Saturday 25 May 2013

Ayah saksi Bom Boston



Ayah saksi Bom Boston: FBI membunuh anak saya tanpa sebab apa pun

Jum'at, 15 Rajab 1434 H / 24 Mei 2013 18:30
Ayah saksi Bom Boston: FBI membunuh anak saya tanpa sebab apa pun
Ibragim Todashev (kanan) dan temannya, Khusen Taramov (kiri)
MOSKOW (Arrahmah.com) – Abdulbaki Todashev (53) tampak tegar. Ayah dari 12 anak – enam anak laki-laki dan enam anak perempuan – ini tengah mempersiapkan pemakaman untuk putra sulungnya, Ibragim Todashev (27), yang ditembak mati oleh seorang agen FBI saat diinterogasi tentang hubungannya dengan “tersangka” Bom Marathon Boston, Tamerlan Tsarnaev.
Meskipun FBI mengklaim Todashev menyerang agen saat diinterogasi pada hari Rabu (22/5/2013) di Orlando, Florida, sang ayah menyatakan tidak akan menerima klaim tersebut, lansir latimes.
“Saya benar-benar menolak untuk mempercayai klaim bahwa anak saya menyerang seorang polisi, atau pun, beberapa polisi,” katanya, pada Kamis (23/5) dalam sebuah wawancara melalui telepon dengan The Times dari Grozny, ibukota Chechnya. Dia bersikeras, FBI “membunuhnya tanpa sebab apa pun.”
Para pejabat federal mengklaim Todashev, yang bertemu Tsarnaev karena hobi mereka yang sama dalam seni bela diri campuran, diinterogasi tentang kasus pembunuhan tiga orang pada 11 September 2011 yang sampai saat ini belum terpecahkan di Waltham. Tanpa dasar yang jelas, para pejabat Massachusetts bahkan mengklaim ia dan Tsarnaev memiliki peran dalam pembunuhan tersebut.
Abdulbaki Todashev mengatakan seorang teman anaknya, Khusen Taramov (22), bersama Todashev pada Selasa (22/5) malam ketika FBI mendatangi ke rumah Todashev.
“Pada awalnya, selama tiga jam, mereka mewawancarai Ibragim bersama Khusen dan kemudian mereka membiarkan Khusen pergi,” kata sang ayah, menceritakan apa yang Taramov katakan kepadanya pada hari berikutnya. “Mereka menyuruh Khusen untuk pulang tapi dia menolak dan mengatakan ia ingin menemani Ibragim menjalani interogasi, tapi FBI memaksanya untuk pergi.”
ayah tod
FBI memasang garis polisi di rumah Ibragim Todashev
Menurut sang ayah, Ibragim Todashev sedang belajar bahasa Inggris di Universitas Grozny. Ia mendapat kesempatan untuk pergi ke Amerika Serikat dalam program pertukaran pelajar pada tahun 2008.
“Dia menyukainya sejak hari pertama,” kata sang ayah. “Dia akan menelepon saya dan menceritakan kepada saya betapa semua orang di sana menyukai olahraga, olahraga gym apa yang paling mereka gemari dan kemungkinannya untuk mengikuti seni bela diri campuran dan tinju yang begitu disukainya.”
“Kemudian ketika ia mengatakan kepada saya bahwa ia sangat suka di Amerika dan ingin tinggal di sana,” kata sang ayah, “saya tidak keberatan.”
Dia mengatakan anaknya kenal dengan Tsarnaev karena mereka sama-sama berasal dari Chechnya.
“Kami adalah rakyat kecil yang mengalami begitu banyak kesulitan untuk bertahan hidup dalam sejarah [Chechnya yang bergejolak], bahwa adalah wajar bagi kami untuk tetap bersatu, terutama di luar negeri,” kata Todashev yang adalah kepala departemen layanan kota di Grozny. “Tapi mereka bukan teman dekat, karena kalu mereka teman dekat, saya pasti sudah mengetahui persahabatan mereka sebelum kejadian Boston.”
Tsarnaev bersaudara dituduh AS sebagai pelaku peledakan bom di Boston. Tamerlan Tsarnaev (26) dibunuh polisi AS empat hari setelah pemboman Marathon Boston. Adiknya, Dzhokhar Tsarnaev (19), kemudian ditangkap dan didakwa atas penggunaan bahan peledak yang menewaskan tiga orang dan melukai lebih dari 260.
Ayah Todashev mengatakan anaknya merasa bahwa “tidak mungkin” kakak beradik Tsarnaev terlibat dalam pemboman marathon Boston. Dia juga menggambarkan Ibragim sebagai seorang muslim moderat yang pergi ke masjid secara teratur dan “sangat puas dengan kehidupan di Amerika.”
Meskipun demikian, kehidupan Ibragim Todashev di Amerika Serikat tidak sepenuhnya tenang. Dua minggu lalu, ia dikabarkan ditangkap dan didakwa setelah terlibat perkelahian dengan seorang pria di tempat parkir di outlet mall di Orlando.
Abdulbaki Todashev mengatakan ia telah berencana untuk berjumpa dengan anaknya.
“Dua bulan sebelum ini, anak saya mendapat green card dan dia membeli tiket untuk pulang dan mengunjungi kami, tapi setelah terjadi pemboman ia membatalkannya dan kemudian membeli [tiket] yang baru,” kata sang ayah.
“Ia seharusnya datang ke Rusia 24 Mei ini. Kami sedang menyiapkan pesta untuknya, namun sekarang anak sulung saya tidak akan pernah pulang.” (banan/arrahmah.com

Wednesday 22 May 2013

Pria yang Ditembak Mati FBI



Pria yang Ditembak Mati FBI Itu Teman Tinju Tamerlan Tsarnaev

Novi Christiastuti Adiputri - detikNews

Ibragim Todashev (abcnews.go.com)
Florida - Seorang pria yang diinterogasi terkait tersangka bom Boston tewas ditembak FBI karena melawan. Pria ini diketahui merupakan teman tinju mendiang Tamerlan Tsarnaev.

Seperti dilansir AFP, Jumat (23/5/2013), FBI tidak merilis nama pria ini. Namun media setempat, Orlando Sentinel mengidentifikasinya sebagai Ibragim Todashev dan berusia 27 tahun.

Todashev dilaporkan berteman dekat dengan salah satu tersangka bom Boston, mendiang Tamerlan. Keduanya berkenalan saat sama-sama menyalurkan hobi bela diri mereka di Boston.

Seorang rekan Todashev, Khusn Taramiv menuturkan kepada media setempat WESH, bahwa Todashev sudah sejak lama tinggal di Boston. Menurut Taramiv, Todashev memang sangat menggemari bela diri.

Taramiv menambahkan, beberapa saat sebelum bom Boston, Todashev sempat berbicara melalui telepon dengan Tamerlan. Sejak saat itu, menurut Taramiv, Todashev memang menjadi incaran FBI.

Meski diinterogasi FBI terkait bom Boston, Todashev tidak dicurigai sebagai salah satu calon tersangka dalam kasus tersebut. Tidak jelas isu utama dalam interogasi yang dilakukan di sebuah apartemen di Orlando, Florida, pada Rabu (22/5) pagi waktu setempat ini.

Media AS, NBC melaporkan, Todashev melakukan perlawanan saat diinterogasi FBI. Dia sempat mengeluarkan pisau dan menyerang seorang agen FBI. Merasa terancam, sang agen terpaksa menembak Todashev yang akhirnya tewas.

Sementara itu, NBC mengutip seorang penyidik federal yang menyebutkan, Todashev pernah mengakui keterlibatannya dalam kasus pembunuhan 3 pria di Boston, tahun 2011 lalu. Dalam kasus ini, salah satu korban tewas diketahui merupakan teman dekat Tamerlan Tsarnaev.

(nvc/rmd)

Friday 17 May 2013

Dzhokhar Tsarnaev



Dzhokhar Tsarnaev menulis sebuah pesan di perahu tempat ia bersembunyi sebelum penangkapannya?

Sabtu, 8 Rajab 1434 H / 18 Mei 2013 06:16
Dzhokhar Tsarnaev menulis sebuah pesan di perahu tempat ia bersembunyi sebelum penangkapannya?
BOSTON (Arrahmah.com) – Dzhokhar Tsarnaev, seorang Muslim yang dituduh oleh otoritas AS sebagai pelaku peledakan bom Boston, yang ditangkap beberapa hari setelah ledakan terjadi di sebuah perahu, diklaim telah meninggalkan pesan dengan tulisan tangan yang menggambarkan serangan itu sebagai balasan atas perang AS di negara-negara Muslim, lansir CBS News.
CBS News melaporkan pada Kamis (16/5/2013) mengutip sumber anonim dan mengatakan bahwa Tsarnaev menggunakan pena untuk menulis pesan pada dinding interior perahu.
Catatan tersebut menyimpulkan gagasan bahwa “ketika Anda menyerang seorang Muslim, Anda menyerang semua Muslim,” CBS News melaporkan.
Al Jazeera tidak dapat secara independen memverifikasi laporan ini dan kantor berita Reuters mengatakan bahwa juru bicara FBI di Boston belum menjawab panggilan untuk dimintai komentar.
“Pada dasarnya catatan tersebut mengatakan pemboman itu retribusi atas kejahatan AS terhadap ummat Islam di tempat-tempat seperti Irak dan Afghanistan,” klaim reporter CBS News, john Miller yang merupakan mantan juru bicara FBI.
Dzhokhar Tsarnaev ditangkap pada 19 April lalu, ia ditahan di rumah sakit penjara di barat Boston karena luka parah yang dialaminya.  (haninmazaya/arrahmah.com)

Thursday 16 May 2013

Paranoid, FBI menyelidiki semua pemilik panci presto



Kamis, 6 Rajab 1434 H / 16 Mei 2013 13:00
Paranoid, FBI menyelidiki semua pemilik panci presto
MICHIGAN (Arrahmah.com) - Seorang mahasiswa Saudi yang tinggal di Michigan diperiksa di rumahnya oleh agen FBI setelah seorang tetangga yang melihatnya membawa panci presto menelepon polisi, seperti dilansir KC pada Ahad (12/5/2013).
Talal al Rouki memasak hidangan nasi tradisional Arab Saudi yang disebut kabsah dan membawanya ke rumah temannya.
Surat kabar Saudi melaporkan FBI semakin paranoid dengan pressure cooker setelah pembom Boston menggunakannya untuk membuat bahan peledak.
Jurnal Saudi, Oukaz, melaporkan kisah mahasiswa Saudi yang rumahnya didatangi agen FBI itu setelah laporan dari tetangganya bahwa ia terlihat berjalan dengan membawa bom pressure cooker.
Sementara agen bersenjata mengelilingi blok apartemennya, agen lainnya, meminta dengan paranoid kepada al Rouki bilamana mereka bisa datang untuk menanyainya.
“Mereka bertanya tentang tujuan utama saya ketika saya tiba di Amerika Serikat dan apa yang saya lakukan di waktu luang saya” katanya kepada surat kabar Saudi.
Polisi mengatakan bahwa dua hari sebelumnya ada seorang wanita yang telah melihat ia berjalan keluar dari apartemennya membawa pressure cooker, yang digambarkan sebagai ‘peluru berwarna’.
Mahasiswa itu menunjukkan pressure cooker yang dimaksud kepada mereka dan menjelaskan kepada mereka bahwa ia menggunakannya untuk membuat hidangan nasi.
Seorang agen FBI mengatakan: ‘Anda harus lebih berhati-hati bergerak dengan hal-hal seperti itu, Pak’
Perlu diingat bahwa menurut klaim FBI, Tsarnaev bersaudara mungkin meledakkan satu atau dua bom selama maraton di Boston pada bulan April, dengan menggunakan pressure cooker. Polisi federal mengklaim bola logam dan paku ada di dalamnya.
Menurut media Saudi, AS memata-matai semua orang Arab di dalam negeri setelah insiden Boston. (banan/arrahmah.com)

Tuesday 14 May 2013

Ketakutan, seorang pria Saudi yang membawa panci presto ditangkap di bandara AS



Rabu, 5 Rajab 1434 H / 15 Mei 2013 06:44
Ketakutan, seorang pria Saudi yang membawa panci presto ditangkap di bandara AS
DETROIT (Arrahmah.com) – Seorang pria saudi ditangkap di Bandara Detroit setelah agen federal mengklaim ia berbohong mengenai alasan mengapa ia bepergian dengan panci presto, tapi keponakannya mengatakan pada Senin (13/5/2013) bahwa itu semua kesalahpahaman, pamannya hanya ingin memasak menggunakan itu.
Dua pancir presto digunakan dalam ledakan Boston pada bulan lalu.
Hussain Al Khawahir ditahan di Detroit atas tuduhan berbohong kepada agen bea dan perlindungan perbatasan dan menggunakan paspor dengan halaman yang hilang.  Dia ditangkap Sabtu lalu.
Keponakannya, Nasser Almarzooq mengatakan kepada AP bahwa ia telah meminta pamannya untuk membawa panci presto sehingga ia bisa memasak kambing.  Mahasiswa ini mengatakan dua panci yang ia beli di AS kualitasnya buruk dan mengungkapkan bahwa yang tersedia di Arab Saudi adalah kualitas yang sangat baik.
“Saya seorang Arab,” ujar Almarzooq yang belajar teknik mesin di Universitas Toledo di Ohio, sekitar 55 km dari selatah Detroit.  “Saya selalu menggunakan presto untuk memasak.”
Almarzooq mengatakan pamannya datang untuk mengunjunginya selama beberapa minggu.
Sebuah pengaduan pidana yang menuduh Al Khawahir mengatakan dia tiba di bandara pada Sabtu (11/5) dalam penerbangan dari Arab Saudi melalui Amsterdam, dan bahwa ia mengatakan kepada agen ia ingin mengunjungi keponakannya.
Agen mengatakan mereka juga melihat halaman yang hilang dari paspor Al Khawahir.  Dia mengatakan ia tidak tahu bagaimana halaman itu tersobek dan mengatakan dokumen tersebut telah terkunci dalam sebuah kotak yang hanya ia, istri dan tiga anaknya yang memiliki akses terhadapnya.
Pada Senin, Almarzooq mengatakan ia prihatin mengenai penangkapan pamannya dan tidak diberitahu apa-apa sejak pamannya ditangkap.  Dia juga tegas membantah pamannya melakukan kesalahan.  (haninmazaya/arrahmah.com)

Sunday 12 May 2013

Pasca Tragedi Boston, Menjadi Tugas Berat Imam Webb atasi Seruan Islamphobia



Redaksi – Senin, 3 Rajab 1434 H / 13 Mei 2013 07:12 WIB
Imam webb.jpg1
Imam Suhaib Webb, pemimpin masjid terbesar di Boston , saat ini ia berjuang berat untuk mempertahankan image umat Islam dan selalu memberikan dakwah kepada jamaahnya pasca pemboman Boston.
“Aku  lelah,” kata Webb kepada Boston Globe pada hari Minggu, 12 Mei.
Ia seorang mualaf dan  memeluk Islam di awal 1990-an, kemudian ia menjadi Dai Islam dan Webb  bekerja untuk mendakwahkan ajaran Islam yang benar di antara jemaatnya.
Ia sangat bersemangat untuk  memenuhi tugas ini, Webb kemudian  terbang ke Timur Tengah untuk mengetahui lebih banyak tentang keyakinan barunya. Ia belajar Islam di Universitas al-Azhar, universitas terpopuler di dunia, Webb menjadi seorang sarjana hukum Islam dan saat ini ia salah satu imam yang paling terkenal di Amerika Serikat.
Delapan belas bulan yang lalu, Webb diangkat sebagai imam untuk Islamic Society of Boston Cultural Center di Roxbury.
Sejak hari pertama pengangkatannya, Webb mencoba untuk menghubungkan dengan imigran muslim dari seluruh dunia, dan juga  anak-anak muslim yang lahir di AS serta  para mualaf.
Dia juga bekerja untuk menjembatani komunitas agama di Boston, memperpanjang  persahabatan kepada komunitas agama lain, khususnya dengan beberapa pemimpin Yahudi.
Dalam waktu singkat setelah penunjukannya, Webb menjadi sumber terpercaya bagi komunitas Muslim.
Dia juga bekerja untuk mendakwahkan pemuda dan pemudi muslim  Amerika, ia berencana untuk mendirikan kembali Ella Collins Institute, salah satu seminar Muslim pertama di AS yang pernah dinamakan oleh tokoh muslim Malcolm X .
Baginya, umat Islam bisa menjalani hidup sebagai warga di Amerika, dan bahwa mereka juga memiliki kewajiban untuk berpartisipasi  di masyarakat, budaya, dan politik. Tapi pemboman bulan lalu di Boston telah menempatkan misi Webb dalam kesulitan , dengan bamyaknya serangan Islamofobia  yang menyatakan bahwa masjid adalah tempat berkembang biak bagi kebencian.
Salah satu tuduhan ini diungkapkan oleh Charles Jacobs dalam sebuah artikel USA Today di mana ia menuduh masjid menjadi tempat berkembang biak bagi kebencian dan ekstremisme di Amerika Serikat. Media dan tokoh  sayap kanan juga mulai menyulut kebencian terhadap Muslim lagi, mereka memulai babak baru Islamophobia di AS. Beberapanya , seperti Perwakilan Republik Steve King dan Kwak Gohmert, bahkan menggunakan alasan serangan bom Boston untuk meminta menghentikan rencana untuk mereformasi kebijakan imigrasi  untuk keperluan memerangi terorisme. Mereka menuduh bahwa Muslim radikal melakukan pelatihan di Meksiko untuk belajar bagaimana melakukan penyelinapan melintasi perbatasan untuk datang membunuh rakyat Amerika. Lain lagi Peter King dari partai republik juga menyerukan sudah saatnya agar seluruh komunitas Muslim harus di bawah pengawasan keamanan AS. (IO.net/Dz)

Friday 10 May 2013

Akhirnya Jenazah Tamerlan Dimakamkan Di Virginia



Redaksi – Sabtu, 1 Rajab 1434 H / 11 Mei 2013 05:43 WIB

tamerlanSetelah terlunta lunta tak menentu , akhirnya jenazah tersangka Tamerlan Tsarnaev dibaringkan untuk beristirahat di sebuah pemakaman Muslim di Doswell, Virginia, hal ini mengakhiri spekulasi tentang lokasi penguburannya.
“Apa telah dilakukan Tsarnaev , (tanggung jawabnya)  adalah antara dia dan Tuhan,” salah satu anggota Masyarakat ‘Islam Greater’ mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh Boston Globe pada hari Jumat, 10 Mei.
“Kami sangat tidak setuju dengan tindakan kekerasan itu, tapi itu tidak melepaskan kewajiban kita untuk mengembalikan jasadnya ke bumi.” ujarnya
Tsarnaev, 26, meninggal Jumat dalam tembak-menembak dengan polisi atas dugaan keterlibatannya dalam pemboman kembar di Boston yang menewaskan tiga orang dan beberapa korban terluka.
Setelah kematiannya, ada beberapa masjid telah dilaporkan menolak untuk melakukan upacara pemakamannya. Tetapi beberapa pihak mengatakan masjid harus memberikan pelayanan proses pemakaman terlepas dari apapun tindakannya.
Pencarian untuk pemakaman dimulai ketika direktur pemakaman Peter Stefan mencoba untuk menemukan sebuah pemakaman lainnya karena pemakaman Massachusetts menolak menerima jenazah Tsarnaev itu. Usahanya langsung dihadapi berbagai protes dan  menolak pemakamannya di tanah wilayah Amerika.
Karena adanya laporan berita tentang protes itu , maka jenazah  Tsarnaev terpaksa tetap mendekam di rumah duka Worcester selama hampir seminggu, kemudian Martha Mullen, seorang wanita yang berasal dari Virginia, memutuskan untuk mencoba membantu mencari pemakaman muslim di Virginia .
“Ini menggambarkan (kelakuan) Amerika yang sangat buruk,” katanya kepada Globe.
(Oi.net/Dz)